SEJARAH BENDERA MERAH PUTIH
1. Penggunaan dan arti warna Merah
Putih di bumi Indonesia
1. Dalam sejarah Indonesia terbukti,
bahwa Bendera Merah Putih dikibarkan pada tahun 1292 oleh tentara Jayakatwang
ketika berperang melawan kekuasaan Kertanegara dari Singosari (1222-1292).
Sejarah itu disebut dalam tulisan bahwa Jawa kuno yang memakai tahun 1216 Caka
(1254 Masehi), menceritakan tentang perang antara Jayakatwang melawan R.
Wijaya.
2. Prapanca di dalam buku karangannya
Negara Kertagama mencerirakan tentang digunakannya warna Merah Putih dalam
upacara hari kebesaran raja pada waktu pemerintahan Hayam Wuruk yang bertahta
di kerajaan Majapahit tahun 1350-1389 M.
Menurut Prapanca, gambar-gambar yang dilukiskan pada
kereta-kereta raja-raja yang menghadiri hari kebesaran itu bermacam-macam
antara lain kereta raja puteri Lasem dihiasi dengan gambar buah meja yang
berwarna merah.
Atas dasar uraian itu, bahwa dalam kerajaan Majapahit warna
merah dan putih merupakan warna yang dimuliakan.
1. Dalam suatu kitab tembo alam Minangkabau
yang disalin pada tahun 1840 dari kitab yang lebih tua terdapat ambar bendera
alam Minangkabau, berwarna Merah Putih Hitam. Bendera ini merupakan pusaka
peninggalan jaman kerajaan Melayu-Minangkabau dalam abad ke 14, ketika Maharaja
Adityawarman memerintah (1340-1347).
Warna Merah = warna hulubalang (yang menjalankan perintah)
Warna Putih = warna agama (alim ulama)
Warna Hitam = warna adapt Minangkabau (penghulu adat)
1. Warna merah putih dikenal pula
dengan sebutan warna Gula Kelapa. Warna Merah Putih disebut Gula Kepala tidak
berarti “Merah” lambing gula dan “Putih” lambing buah nyiur yang telah dikupas.
Di Kraton Solo terdapat pusaka berbentuk bemdera Merah Putih peninggalan Kyai
Ageng Tarub, putra Raden Wijaya, yang menurunkan raja-raja Jawa.
2. Dalam babat tanah Jawa yang bernama
babab Mentawis (Jilid II hal 123) disebutkan bahwa Ketika Sultan Ageng
berperang melawan negri Pati. Tentaranya bernaung di bawah bendera Merah Putih
“Gula Kelapa”. Sultan Ageng memerintah tahun 1613-1645.
2. Juga di bagian lain dari kepulauan
Indonesia terdapat bendera yang berwarna Merah Putih, misalnya di Aceh,
Palembang, Maluku dan sebagainya meskipun sering dicampuri gambar-gambar lain.
3. Pada umumnya warna Merah Putih
merupakan lambing keberanian, kewiraan sedangkan warna Putih merupakan lambing
kesucian.
- MERAH PUTIH DALAM ABAD XX
1. a. Bendera Merah Putih berkibar
untuk pertama kali dalam abad XX sebagai lambang kemerdekaan ialah di benua
Eropa. Pada tahun 1922 Perhimpunan Indonesia mengibarkan bendera Merah Putih di
negeri Belanda dengan kepala banteng ditengah-tengahnya.
2. Tujuan perhimpunan Indonesia Merdeka
semboyan itu juga digunakan untuk nama majalah yang diterbitkan.
3. Pada tahun 1924 Perhimpunan
Indonesia mengeluarkan buku peringatan 1908-1923 untuk memperingati hidup perkumpulan
itu selama 15 tahun di Eropa. Kulit buku peringatan itu bergambar bendera Merah
Putih kepala banteng.
1. Dalam tahun 1927 lahirlah di kota
Bandung Partai Nasional Indonesia (PNI) yang mempunyai tujuan Indonesia
Merdeka. PNI mengibarkan bendera Merah Putih kepala banteng.
2. Pada tanggal 28 Oktober 1928
berkibarlah untuk pertama kalinya bendera ,erah Putih sebagai bandera
kebangsaan yaitu dalam Konggers Indonesia Muda di Jakarta. Sejak itu
berkibarlah bendera kebangsaan Merah Putih di seluruh kepulauan Indonesia.
- SANG SAKA MERAH PUTIH DI BUMI INDONESIA MERDEKA
1. Pada tanggal 17 Agustus 1945, Bung
Karno dan Bung Hatta bertempat di Pegangsaan Timur 56 (JL.Proklamasi) Jakarta,
atas nama bangsa Indonesia. Sesaat kemudian bendera kebangsaan Merah Putih dikibarkan
di gedung Pegangsaan Timur 56 Jakarta. Bendera Merah Putih berkibar ntuk
pertama kalinya di bumi Indonesia Merdeka.
2. a. Pada tanggal 18 Agustus 1945,
Panitia Persiapan Kemerdekaan Indonesia (PPKI) yang dibentuk pada tanggal 9
Agustus 1945 mengadakan siding yang pertama dan menetapkan Undang-Undang Dasar
Republik Indonesia yang kemudian dikenal sebagai Undang-Undang Dasar 1945 (UUD
1945).
b. Dalam UUD 1945, Bab I, pasal I, ditetapkan bahwa Negara
Indonesia ialah Negara kesatuan yang berbentuk Republik. Dalam UUD 1945 pasal
35 ditetapkan pula bahwa bendera Negara Indonesia ialah Sang Merah Putih.
Denagn demikian itu, sejak ditetapkannya UUD 1945 , Sang Merah Putih merupakan
bendera kebangsaan Negara Kesatuan Republik Indonesia.
- Dengan ditetapkannya UUD 1945 dan bendera kebangsaan Sang Merah Putih, maka serntak seluruh rakyat Indonesia dan pemuda Indonesia, menegakkan, mengibarkan dan mempertahankan Sang Merah Putih di bumi Indonesia. Pertempuran-pertempuran dengan serdadu colonial Belanda yang didukung oleh tentara sekutu berkobar di seluruh Indonesia. Ribuan rakyat dan pemuda Indonesia gugur sebagai pahlawan bangsa mempertahankan kemerdekaan Sang Merah Putih. Karena pengorbanan mereka kini Sang Merah Putih tegak berkibar dibumi Negara Kesatuan Republik Indonesia yang merdeka dan berlandaskan Pancasila.
- a. Sang Merah Putih dikibarkan pada Hari Proklamasi tanggal 17 Agustus 45 di gedung Pegangsaan Timur 56 Jakartadisebut Bendera Pusaka. Bendera Pusaka itu selalu dikibarkan di tiang yang tingginya 17 m di depan Istana Merdeka Jakarta pada tiap perayaan peringatan Hari Prokalamasi Kemerdekaan.
- Mulai tahun 1969 Bndera Pusaka itu tidak lagi dapat dikibarkan karena sudah tua. Sebagai gantinya dikibarkan duplikatnya yang dibuat dari sutera alam Indonesia.
- Dalam sejarah perjuangan kemrdekaan Indonesia, Bendera Pusaka tidak pernah jatuh ke tangan musuh, meskipun tentara colonial Belanda menduduki Ibukota Negara Republik Indonesia.
Sejarah Pancasila
Pemahaman kembali sejarah lahirnya
Pancasila bagi bangsa Indonesia dimanapun merupakan hal yang penting dalam
memahami makna Pancasila sebagai sebuah ideology.
1 Juni dan 1 Oktober di Negara Republik Indonesia merupakan dua tanggal yang memiliki nilai histori yang berarti bagi maju berkembangya Pancasila sebagai ideology Negara RI. Sesuai fakta yang ada bahwa 1 Juni diperingati sebagai tanggal lahirnya Pancasila, betapapun bahwa sesungguhnya pada 1 Juni 1945 Bung Karno bukanlah penemu maupun pencipta Pancasila, ia hanyalah PENGGALI kembali ideology yang sudah lama ada di kehidupan masyarkat Nusantara sejak dahulu kala. Fakta ini memiliki makna bahwa Pancasila lahir jauh sebelum 1 Juni 1945.
1 Juni dan 1 Oktober di Negara Republik Indonesia merupakan dua tanggal yang memiliki nilai histori yang berarti bagi maju berkembangya Pancasila sebagai ideology Negara RI. Sesuai fakta yang ada bahwa 1 Juni diperingati sebagai tanggal lahirnya Pancasila, betapapun bahwa sesungguhnya pada 1 Juni 1945 Bung Karno bukanlah penemu maupun pencipta Pancasila, ia hanyalah PENGGALI kembali ideology yang sudah lama ada di kehidupan masyarkat Nusantara sejak dahulu kala. Fakta ini memiliki makna bahwa Pancasila lahir jauh sebelum 1 Juni 1945.
Jauh sebelum Republik Indonesia,
Pancasila sudah dianut dan menjadi dasar filsafat serta ideology Kerajaan
Maghada pada Dinasti Maurya sejak dipimpin oleh raja yang gagah perkasa ASHOKA
(sekitar tahun 273 SM – 232 SM). Raja Ashoka merupakan penganut agama Buddha
yang taat. Pancasila sendiri merupakan ajaran yang diciptakan oleh Sang
Buddha Siddharta Gautama, Pancasila merupaka ajaran yang harus diamalkan oleh
setiap penganut agama Buddha bahkan sampai kini. Dibawah ini naskah Pancasila
dalam bahasa Pali
1. Pānātipātā veramani sikkhāpadam samādiyāmi
(Saya menahan diri dari membunuh makhluk hidup)
1. Pānātipātā veramani sikkhāpadam samādiyāmi
(Saya menahan diri dari membunuh makhluk hidup)
2. Adinnādānā veramani sikkhāpadam samādiyāmi
(Saya menahan diri dari mengambil hak orang lain)
3. Kāmesu micchācāra veramani sikkhāpadam samādiyāmi
(Saya menahan diri dari perilaku menyimpang seksual)
4. Musāvāda veramani sikkhāpadam samādiyāmi
(Saya menahan diri dari berbohong)
5. Surā meraya majja pamādatthānā veramani sikkhāpadam samādiyāmi
(Saya menahan diri dari dari penggunaan benda benda yang dapat menghilangkan kesadaran diri)
Dengan berkembangnya ajaran Buddha,
termasuk ke Nusantara. Negara kedua setelah Kerajaan Maghada yang menjadikan
Pancasila sebagai dasar negaranya yaitu Kerajaan Majapahit di pulau Jawa yang
berkembang hampir kesepetiga Nusantara. Kerajaan Majapahit mengakui dan
mengayomi dua agama resmi Negara yaitu Buddha dan Hindu, kedua agama ini
memiliki tempat peribadatan masing-masing dilingkungan Negara. Maka
terbentuklah keharmonisan antar pemeluk agama dibawah naungan Pancasila. Isi
Pancasila yang terdapat di Kerajaan Majapahit dapat ditemukan dalam Kitab
Negarakertamagama karya Empu Prapanca.
Kejayaan Majapahit berakhir dengan
kalahnya Perang dengan Kerajaan Islam Malaka dan disempurnakan kekalahannya
oleh Kerajaan Islam Demak dibawah pimpinan Raden Fatah. Saat itulah Kerajaan
Majapahit terkubur, bukan Istananya saja bahkan Ideologi dan lambang Garuda-nya
pun ikut terkubur.
Negara memang bisa runtuh tapi benih
ideology tetap bersemayam di dada-dada penganutnya.
Walaupun ketiga Negara diatas
memiliki sedikit perbedaan dalam konteks Pancasila, namun isi dari falsafahnya
setali tiga uang.
Sejarah
Lahirnya Pancasila.
Mari kita telusuri fakta-fakta
sejarah tentang kelahiran pancasila. Dalam rapat BPUPKI pada tanggal 1 juni
1945, Bung Karno menyatakan antara lain: ”Saya mengakui, pada waktu saya
berumur 16 tahun, duduk di bangku sekolah H.B.S. di Surabaya, saya dipengaruhi
seorang sosialis yang bernama A. Baars, yang memberi pelajaran kepada saya, –
katanya : jangan berpaham kebangsaan, tetapi berpahamlah rasa kemanusiaan
seluruh dunia, jangan mempunyai rasa kebangsaan sedikitpun. Itu terjadi pada
tahun 1917. akan tetapi pada tahun 1918, alhamdulillah, ada orang lain yang
memperingatkan saya, ia adalah Dr. Sun Yat Sen ! Di dalam tulisannya “San Min
Cu I” atau “The THREE people’s Principles”, saya mendapatkan pelajaran yang
membongkar kosmopolitanisme yang diajarkan oleh A. Baars itu. Dalam hati saya
sejak itu tertanamlah rasa kebangsaan, oleh pengaruh“The THREE people’s
Principles” itu. Maka oleh karena itu, jikalau seluruh bangsa Tionghoa
menganggap Dr. Sun Yat Sen sebagai penganjurnya, yakinlah bahwasanya Bung Karno
juga seorang Indonesia yang dengan perasaan hormat dengan sehormat-hormatnya
merasa berterima kasih kepada Dr. Sun Yat Sen, -sampai masuk ke liang kubur.”
Lebih lanjut ketika membicarakan
prinsip keadilan sosial, Bung Karno, sekali lagi menyebutkan pengaruh San Min
Cu I karya Dr. Sun Yat Sen:”Prinsip nomor 4 sekarang saya usulkan. Saya didalam
tiga hari ini belum mendengarkan prinsip itu, yaitu kesejahteraan, prinsip:
tidak ada kemiskinan di dalam Indonesia merdeka. Saya katakan tadi prinsipnya
San Min Cu I ialah “Mintsu, Min Chuan , Min Sheng” : Nationalism, democracy,
socialism. Maka prinsip kita …..harus …… sociale rechtvaardigheid.”
Pada bagian lain dari pidato Bung
Karno tersebut, dia menyatakan:”Maka demikian pula jikalau kita mendirikan
negara Indonesia merdeka, Paduka tuan ketua, timbullah pertanyaan: Apakah
Weltanschaung” kita, untuk mendirikan negara Indonesia merdeka di
atasnya?Apakah nasional sosialisme ? ataukah historisch-materialisme ? Apakah
San Min Cu I, sebagai dikatakan oleh Dr. Sun Yat Sen ? Di dalam tahun 1912 Sun
Yat Sen mendirikan negara Tiongkok merdeka, tapi “Weltanschaung” telah dalam
tahun 1885, kalau saya tidak salah, dipikirkan, dirancangkan. Di dalam buku
“The THREE people’s Principles” San Min Cu I,-Mintsu, Min Chuan , Min Sheng” :
Nationalisme, demokrasi, sosialisme,- telah digunakan oleh Dr. Sun Yat Sen
Weltanschaung itu, tapi batu tahun 1912 beliau mendirikan negara baru di atas
“Weltanschaung” San Min Cu I itu, yang telah disediakan terlebih dahulu
berpuluh-puluh tahun.” (Tujuh Bahan Pokok demokrasi, Dua – R. Bandung, hal.
9-14.)
Pengaruh posmopolitanisme
(internasionalisme) kaya A. Baars dan San Min Cu I kaya Dr. Sun Yat Sen yang
diterima bung Karno pada tahun 1917 dan 1918 disaat ia menduduki bangku sekolah
H.B.S. benar-benar mendalam. Ha ini dapat dibuktikan pada saat Konprensi Partai
Indonesia (partindo) di Mataram pada tahun 1933, bung Karno menyampaikan
gagasan tentang marhaennisme, yang pengertiannya ialah :
(a) Sosio – nasionalisme, yang
terdiri dari : Internasionalisme, Nasionalisme
(b) Sosio – demokrasi, yang tersiri dari : Demokrasi, Keadilan sosial.
(b) Sosio – demokrasi, yang tersiri dari : Demokrasi, Keadilan sosial.
Jadi marhaenisme menurut Bung Karno
yang dicetuskan pada tahun 1933 di Mataram yaitu : Internasionalisme ;
Nasionalisme ; Demokrasi : Keadilan sosial. (Endang Saifuddin Anshari
MA. Piagam Jakarta, 22 Juni 1945, Pustaka Bandung1981, hql 17-19.)
Dan jika kita perhatikan dengan
seksama, akan jelas sekali bahwa 4 unsur marhainisme seluruhnya diambil dari
Internasionalisme milik A. Baars dan Nasionalisme, Demokrasi serta keadilan
sosial (sosialisme) seluruhnya diambil dari San Min Cu I milik Dr. Sun Yat Sen.
Sekarang marilah kita membuktikan
bahwa Pancasila yang dicetuskan Bung Karno pada tanggal 1 Juni 1945 di depan
sidang BPUPKI adalah sama dengan Marheinisme yang disampaikan dalam Konprensi
Partindo di Mataram pada tahun 1933, yang itu seluruhnya diambil dari
kosmopolitanisme milik A. Baars dan San Min Cu I milik Dr. Sun Yat Sen. Di
dalam pidato Bung Karno pada tanggal 1 juni 1945 itu antara lain berbunyi
:”Saudara-saudara ! Dasar negara telah saya sebutkan, lima bilangannya. Inikah
Panca Dharma ? Bukan ! Nama Panca Dharma tidak tepat di sini. Dharma berarti
kewajiban, sedang kita membicarakan dasar…..Namanya bukan Panca Dharma,
tetapi….saya namakan ini dengan petunjuk seorang teman kita ahli
bahasa…..namanya ialah Pancasila. Sila artinya asas atau dasar dan diatas
kelima dasar itulah kita mendirikan negara Indonesia, kekal dan abadi. Kelima
sila tadi berurutan sebagai berikut:
(a) Kebangsaan Idonesia;
(b) Internasionalisme atau peri-kemanusiaan;
(c) Mufakat atau domokrasi;
(d) Kesejahteraan sosial;
(e) Ke-Tuhanan.
(b) Internasionalisme atau peri-kemanusiaan;
(c) Mufakat atau domokrasi;
(d) Kesejahteraan sosial;
(e) Ke-Tuhanan.
(Pidato Bung Karno pada tanggal 1
juni 1945 dimuat dalam “20 tahun Indonesia Merdeka” Dep. Penerangan RI. 1965.)
Kelima sila dari Pancasila Bung
Karno ini, kita cocokkan dengan marhaenisme Bung Karno adalah persis sama, Cuma
ditambah dengan Ke Tuhanan. Untuk lebih jelasnya baiklah kita susun sebagai
berikut:
(a) Kebangsaan Indonesia berarti
sama dengan nasionalisme dalam marhaenisme, juga sama dengan nasionalisme milik
San Min Cu I milik Dr. Sun yat Sen, Cuma ditambah dengan kata-kata Indonesia.
(b) Internasionalisme atau peri-kemanusiaan berarti sama dengan internasionalisme dalam marhaenisme, juga sama dengan internasionalisme (kosmopolitanisme) milik A. Baars.
(c) Mufakat atau demokrasi berarti sama dengan demokrasi dalam marhaenisme, juga sama dengan demokrasi dalam San Min Cu I milik Dr. Sun Yat Sen;
(d) Kesejahteraan sosial berarti sama dengan keadilan sosial dalam marhaenisme, juga berarti sama dengan sosialisme dalam San Min Cu I milik Dr. Sun Yat Sen.
(e) Ke-Tuhanan yang diambil dari pendapat-pendapat para pemimpin Islam, yang berbicara lebih dahulu dari Bung Karno, di dalam sidang BPUPKI pada tanggal 1 juni 1945.
(b) Internasionalisme atau peri-kemanusiaan berarti sama dengan internasionalisme dalam marhaenisme, juga sama dengan internasionalisme (kosmopolitanisme) milik A. Baars.
(c) Mufakat atau demokrasi berarti sama dengan demokrasi dalam marhaenisme, juga sama dengan demokrasi dalam San Min Cu I milik Dr. Sun Yat Sen;
(d) Kesejahteraan sosial berarti sama dengan keadilan sosial dalam marhaenisme, juga berarti sama dengan sosialisme dalam San Min Cu I milik Dr. Sun Yat Sen.
(e) Ke-Tuhanan yang diambil dari pendapat-pendapat para pemimpin Islam, yang berbicara lebih dahulu dari Bung Karno, di dalam sidang BPUPKI pada tanggal 1 juni 1945.
Dengan cara mencocokkan seperti ini,
berarti nampak dengan jelas bahwa Pancasila yang dicetuskan oleh Bung Karno
pada tanggal 1 juni 1945, yang merupakan”Rumus Pancasila I”, sehingga dijadikan
Hari Lahirnya Pancasila, berasal dari 3 sumber yaitu:
a) Dari San Min Cu I Dr. Sun Yat Sen
(Cina);
b) Dari internasionalisme (kosmopolitanisme A. Baars (Belanda).
c) Dari umat Islam.
b) Dari internasionalisme (kosmopolitanisme A. Baars (Belanda).
c) Dari umat Islam.
Jadi Pancasila 1 Juni 1945, adalah
bersumber dari : (1) Cina; (2) Belanda; dan (3) Islam. Dengan begitu bahwa
pendapat yang menyatakan Pancasila itu digali dari bumi Indonesia sendiri atau
dari peninggalan nenek moyang adalah sangat keliru dan salah !
Sebagaimana telah dimaklumi bahwa
sebelum sidang pertama BPUPKI itu berakhir, dibentuklah satu panitia kecil
untuk :
a) Merumuskan kembali Pancasila
sebagai dasar negara, berdasarkan pidato yang diucapkan Bung Karno pada tanggal
1 Juni 1945.
b) Menjadikan dokumen itu sebagai teks untuk memproklamirkan Indonesia merdeka.
b) Menjadikan dokumen itu sebagai teks untuk memproklamirkan Indonesia merdeka.
Dari dalam panitia kecil itu dipilih
lagi 9 orang untuk menyelenggarakan tugas itu. Rencana mereka itu disetujui
pada tanggal 22 Juni 1945, yang kemudian diberikan nama dengan “Piagam
Jakarta”.
Piagam
Jakarta berbunyi:
“Bahwa sesungguhnya kemerdekaan itu
ialah hak segala bangsa, dan oleh sebab itu maka penjajahan di atas dunia harus
dihapuskan, karena tidak sesuai dengan peri kemanusiaan dan peri-keadilan.
Dan perjuangan pergerakan
Kemerdekaan Indonesia telah sampai kepada saat yang berbahagia dengan selamat
sentausa mengantarkan rakyat Indonesia kedepan pintu gerbang Negara Indonesia,
yang merdeka, bersatu, berdaulat, adil dan makmur.
Atas berkat rahmat Alloh Yang Maha
Kuasa, dan dengan didorongkan oleh keinginan luhur, supaya berkehidupan
bebangsaan yang bebas, maka rakyat Indonesia dengan ini menyatakan
kemerdekaannya.
Kemudian dari pada itu untuk
membentuk suatu Pemerintah Negara Indonesia yang melindungi segenap bangsa dan
ikut melasanakan ketertiban dunia yang berdasarkan kemerdekaan, perdamaian
abadi dan keadilan sosial, maka disusunlah kemerdekaan Kebangsaan Indonesia itu
dalam suatu hukum Dasar Negara Indonesia yang berdasar kedaulatan rakyat,
dengan berdasar kepada : Ke- Tuhanan, dengan menjalankan syari’at Islam bagi
pemeluk – kebijaksanaan dalam permusyawaratan perwakilan; serta dengan
mewujudkan suatu keadilan sosial bagi seluruh Rakyat Indinesia.”
Jakarta,
22-6-1605.
Ir.
SOEKARNO ;
Drs. Mohammad Hatta ;
Mr. A.A Maramis ;
Abikusno Tjokrosujoso ;
Abdul Kahar Muzakir ;
H.A. Salim ;
Mr. Achmad Subardjo ;
Wachid Hasjim ;
Mr. Muhammad Yamin
(Moh. Hatta dkk. Op.cit. hal. 30-32)
Drs. Mohammad Hatta ;
Mr. A.A Maramis ;
Abikusno Tjokrosujoso ;
Abdul Kahar Muzakir ;
H.A. Salim ;
Mr. Achmad Subardjo ;
Wachid Hasjim ;
Mr. Muhammad Yamin
(Moh. Hatta dkk. Op.cit. hal. 30-32)
Dengan begitu, maka Pancasila
menurut Piagam Jakarta 22 Juni 1945, dan ini merupakan Rumus Pancasila II,
berbeda dengan Rumus Pancasila I. Lebih jelasnya Rumus Pancasila II ini adalah
sebagai berikut ;
a) Ke-Tuhanan, dengan kewajiban
menjalankan syari’at Islam bagi pemeluk-pemeluknya;
b) Kemanusiaan yang adil dan beradab ;
c) Persatuan Indonesia ;
d) Kerakyatan yang dipimpin oleh hikmat kebijaksanaan dalam permusyawaratan perwakilan ;
e) Keadilan sosial bagi seluruh rakyat Indonesia.
b) Kemanusiaan yang adil dan beradab ;
c) Persatuan Indonesia ;
d) Kerakyatan yang dipimpin oleh hikmat kebijaksanaan dalam permusyawaratan perwakilan ;
e) Keadilan sosial bagi seluruh rakyat Indonesia.
Rumus Pancasila II ini atau lebih
dikenal dengan Pancasila menurut Piagam Jakarta tanggal 22 Juni 1945, baik
mengenai sitimatikanya maupun redaksinya sangat berbeda dengan Rumus Pancasila
I atau lebih dikenal dengan Pancasila Bung Karno tanggal 1 Juni 1945. Pada
rumus pancasila I, Ke-Tuhanan yang berada pada sila kelima, sedangkan pada
Rumus Pancasila II, ke-Tuhanan ada pada sila pertama, ditambah dengan anak
kalimat – dengan kewajiban menjalankan syari’at Islam bagi pemeluk-pemeluknya”.
Kemudian pada Rumus Pancasila I, kebangsaan Indonesia yang berada pada sila
pertama, redaksinya berubah sama sekali menjadi Persatuan Indonesia pada Rumus
Pancasila II, dan tempatnyapun berubah yaitu pada sila ketiga. Demikian juga
pada Rumus Pancasila I, Internasionalisme atau peri kemanusiaan, yang berada
pada sila kedua, redaksinya berubah menjadi Kemanusiaan yang adil dan beradab.
Selanjutnya pada Rumus Pancasila I, Mufakat atau Demokrasi, yang berbeda pada
sila ketiga, redaksinya berubah sama sekali pada Rumus Pancasila II, yaitu
menjadi Kerakyatan yang dipimpin oleh hikmat kebijaksanaan dalam
permusyawaratan perwakilan dan menempati sila keempat. Dan juga pada Rumus
Pancasila I, kesejahteraan sosial yang berada pada sila keempat, baik
redaksinya, maka Pancasila pada Rumus II ini, tentunya mempunyai pengertian
yang jauh berbeda dengan Pancasila pada Rumus I.
Rumus Pancasila II ini atau yang lebih populer dengan nama Pancasila menurut
Piagam Jakarta tertanggal 22 Juni 1945, yang dikerjakan oleh panitia 9, maka
pada rapat terakhir BPUPKI pada tanggal 17 Juni 1945, secara bulat diterima
rumus Pancasila II ini.Sehari sesudah proklamasi, yaitu pada tanggal 18 Agustus 1945, terjadilah rapat “Panitia Persiapan Kemerdekaan Indonesia” (PPKI). Panitia ini dibentuk sebelum proklamasi dan mulai aktip bekerja mulai tanggal 9 Agustus 1945 dengan beranggotakan 29 orang. Dengan mempergunakan rancangan yang telah dipersiapkan oleh BPUPKI, maka PPKI dapat menyelesiakan acara hari itu, yaitu:
a) Menetapkan Undang-Undang Dasar ; dan
b) Memilih Presidan dan Wakil Presiden dalam waktu rapat selama 3 jam.
Dengan demikian terpenuhilah keinginan Bung Karno yang diucapkan pada waktu membuka rapat itu sebagai ketua panitia dengan kata-kata sebagai berikut ; “Tuan-tuan sekalian tentu mengetahui dan mengakui, bahwa kita duduk di dalam suatu zaman yang beralih sebagai kilat cepatnya. Maka berhubungan dengan itu saya minta sekarang kepada tuan-tuan sekalian, supaya kitapun bertindak di dalam sidang ini dengan kecepatan kilat.”
Sedangkan mengenai sifat dari Undang-Undang Dasarnya sendiri Bung Karno berkata:”Tuan-tuan tentu mengerti bahwa ini adalah sekedar Undang-Undang Dasar sementara, Undang-Undang Dasar Kilat, bahwa barangkali boleh dikatakan pula, inilah revolutie grodwet. Nanti kita akan membuat undang-Undang Dasar yang lebih sempurna dan lengkap. Harap diingat benar-benar oleh tuan-tuan, agar kita ini harus bisa selesai dengan Undang-Undang Dasar itu.”
Dalam beberapa menit saja, tanpa ada perdebatan yang substansil disahkan Pembukaan Undang-Undang Dasar Negara Indonesia, dengan beberapa perubahan, khususnya dalam rumus pancasila. (Pranoto Mangkusasmito, Pancasila dan sejarahnya, Lembaga Riset Jakarta, 1972, hal. 9-11.)
Adapun Pembukaan undang-Undang Dasar, yang didalamnya terdapat Rumus Pancasila II, yang disahkan oleh PPKI pada tanggal 18 Agustus 1945, adalah sebagai berikut :
PEMBUKAAN
“Bahwa sesungguhnya kemerdekaan itu ialah hak segala bangsa, dan oleh sebab itu maka penjajahan di atas dunia harus dihapuskan, karena tidak sesuai dengan peri kemanusiaan dan peri-keadilan.Dan perjuangan pergerakan Kemerdekaan Indonesia telah sampai kepada saat yang berbahagia dengan selamat sentausa mengantarkan rakyat Indonesia kedepan pintu gerbang Negara Indonesia, yang merdeka, bersatu, berdaulat, adil dan makmur.
Atas berkat Rahmat Alloh Yang Maha Kuasa, dan dengan didorongkan oleh keinginan luhur, supaya berkehidupan bebangsaan yang bebas, maka rakyat Indonesia dengan ini menyatakan kemerdekaannya.
Kemudian dari pada itu untuk membentuk suatu Pemerintah Negara yang melindungi segenap bangsa Indonesia dan seluruh tumpah darah Indonesia, dan untuk memajukan kesejahteraan umum mencerdaskan kehidupan bangsa, dan ikut melasanakan ketertiban dunia yang berdasarkan kemerdekaan, perdamaian abadi dan keadilan sosial, maka disusunlah kemerdekaan Kebangsaan Indonesia itu dalam satu Undang-Undang Dasar Negara Indonesia yang terbentuk dalam suatu Negara Republik Indonesia yang berkedaulatan rakyat, dengan berdasarkan kepada : Ke- Tuhanan Yang Maha Esa, Kemanusiaan yang adil dan beradab Persatuan Indonesia, Kerakyatan yang dipimpin oleh hikmat kebijaksanaan dalam permusyawaratan perwakilan serta mewujudkan suatu Keadilan sosial bagi seluruh rakyat Indonesia.”
Dengan demikian disahkannya Pembukaan Undang-Undang Dasar 1945 oleh PPKI pada tanggal 18 Agustus 1945, maka Rumus Pancasila mengalami perubahan lagi, yaitu:
a) Ke-Tuhanan Yang Maha Esa.
b) Kemanusiaan yang adil dan beradab ;
c) Persatuan Indonesia ;
d) Kerakyatan yang dipimpin oleh hikmat kebijaksanaan dalam permusyawaratan perwakilan ;
e) Keadilan sosial bagi seluruh rakyat Indonesia.
Perubahan esensial dari Rumus Pancasila II atau Pancasila menurut Piagam Jakarta tanggal 22 Juni 1945 dengan Rumus Pancasila III atau Pancasila menurut Pembukaan Undang-Undang Dasar tanggal 18 Agustus 1945, yaitu pada sila pertama “Ke-Tuhanan, dengan kewajiban menjalankan syari’at Islam bagi pemeluk-pemeluknya,” diganti dengan “Ke-Tuhanan Yang Maha Esa” . perubahan ini ternyata dikemudian hari menumbuhkan benih pertentangan sikap dan pemikiran yang tak kunjung berhenti sampai hari ini. Sebab umat Islam menganggap bahwa pencoretan anak kalimat pada sila pertama Ke-Tuhanan dengan kewajiban menjalankan syari’at Islam bagi pemeluk-pemeluknya, oleh PPKI adalah suatu pengkhianatan oleh golongan nasionalis dan kristen. Karena Rumus Pancasila II telah diterima secara bulat oleh BBUPKI pada tanggal 17 Juli 1945.
Selanjutnya melalui aksi militer Belanda ke-I dan ke- II , dan dibentuknya negara-negara bagian oleh Belanda, pemberontakan PKI di Madiun, statemen Roem Royen yang mengembalikan Bung Karno dan kawan-kawannya dari Bangka ke Jogjakarta, sedangkan Presiden darurat RI pada waktu itu ialah Mr. Syafruddin Prawiranegara, sampailah sejarah negara kita kepada konfrensi meja bundar di Den Haag (Nederland). Konfrensi ini berlangsung dari tanggal 23 Agustus 1949 sampai tanggal 2 November 1949. dengan ditandatanganinya “Piagam Persetujuan” antara delegasi Republik Indonesia dan delegasi pertemmuan untuk permusyawaratan federal (B.F.O.) mengenai “Konstitusi Republik Indinesia Serikat” (RIS) di Seyeningen pada tanggal 29 Oktober 1949, maka ikut berubahlah Rumus Pancasila III menjadi Rumus Pancasila IV. Rumus Pancasila IV ini termuat dalam muqadimah Undang-Undang Dasar Republik Indinesia Serikat (RIS), yang bunyinya sebagai berikut:
Mukadimah
Kami bangsa Indonesia semenjak berpuluh-puluh tahun lamanya bersatu padu dalam perjuangan kemerdekaan, dengan senantiasa berhati teguh berniat menduduki hak hidup sebagai bangsa yang merdeka berdaulat.Ini dengan berkat dan rahmat Tuhan telah sampailah kepada ringkatan sejarah yang berbahagia dan luhur.
Maka demi ini kami menyusun kemerdekaan kami itu dalam satu piagam negara yang berbentuk Republik Federasi berdasarkan pengakuan “Ketuhanan Yang Maha Esa, Peri kemanusiaan, Kebangsaan, Kerakyatan dan keadilan sosial.”
Untuk mewujudkan kebahagiaan, kesejahteraan, perdamaian dan kemerdekaan dalam masyarakat dan negara hukum Indonesia Merdeka yang berdaulat sempurna.
Secara jelasnya Rumus Pancasila IV atau pancasila menurut mukadimah Undang-Undang Dasar RIS tanggal 29 Oktober 1949, adalah sebagai berikut;
a. Ke-Tuhanan Yang Maha Esa.
b. Peri-Kemanusiaan.
c. Kebangsaan.
d. Kerakyatan dan
e. Keadilan sosial.
Perubahan yang terjadi antara Rumus Pancasila II dengan Rumus Pancasila IV adalah perubahan redaksional yang sangat banyak, yang sudah barang tentu akan membawa akibat pengertian pancasila itu menjadi berubah pula.
Republik Indinesia Serikat tidak berumur sampai 1 tahun. Pada tanggal 19 Mei 1950 ditanda tangani “Piagam Persetujuan” antara pemerintah RIS dan pemerintah RI. Dan pada tanggal 20 Juli 1950 dalam pernyataan bersama kedua pemerintah dinyatakan, antara lain menyetujui rencana Undang-Undang Dasar sementara negara kesatuan Republik Indonesia seperti yang dilampirkan pada pernyataan bersama”. Pembukaan Undang-Undang Dasar sementara negara kesatuan Repiblik Indonesia seperti yang dilampirkan pada pernyataan bersama. Pembukaan Undang-Undang Dasar sementara 1950, yang didalamnya terdapat rumus Pancasila, adalah sebagai berikut;
Mukadimah
“Bahwa sesungguhnya kemerdekaan itu ialah hak segala bangsa dan oleh sebab itu maka penjajahan di atas dunia harus dihapuskan, karena tidak sesuai dengan peri kemanusiaan dan peri keadilan.Dan perjuangan pergerakan kemerdekaan Indonesia telah sampailah kepada saat yang berbahagia dengan selamat sentausa mengantarkan rakyat Indonesia ke depan pintu gerbang kemerdekaan negara Indonesia yang merdeka, bersatu, berdaulat, adil dan makmur.
Dengan berkat dan rahmat Tuhan tercapailah tingkat sejarah yang berbahagia dan luhur.
Maka demi ini kami menyusun kemerdekaan kami itu dalam suatu piagam negara yang berbentuk Republik Kesatuan, berdasarkan pengakuan ketuhanan yang maha esa, peri kemanusiaan, kebangsaan, kerakyatan dan keadilan sosial, untuk mewujudkan kebahagiaan, kesejahteraan, perdamaian, dan kemerdekaan yang berdaulat sempurna”.
Untuk jelasnya Rumus Pancasila di dalam mukadimah Undang-Undang Dasar sementara dapat disusun sebagai berikut;
a) Ke-Tuhanan Yang Maha Esa.
b) Peri-Kemanusiaan.
c) Kebangsaan.
d) Kerakyatan dan
e) Keadilan sosial.
Rumus Pancasila dalam mukadimah Undang-Undang Dasar sementara adalah merupakan rumus pancasila V. dan ternyata antara Rumus Pancasila IV dan Rumus Pancasila V tidak ada perubahan baik sitimatikanya maupun redaksinya.
Tetapi setelah dekrit Presiden tanggal 5 Juli 1959, yang menyatakan “Pembubaran kostituante dan tidak berlakunya lagi Undang-Undang Dasar 1945”, Rumus Pancasila mengalami perubahan, baik redaksinya maupun pengertiannya secara esensial dan mendasar. Sebab setelah itu Bung Karno merumuskan Pancasila dengan menggunakan “ Teori Perasan” yaitu pancasila itu diperasnya menjadi tri sila ( tiga sila) : sosionasionalisme (yang mencakup kebangsaan Indonesia dan peri kemanusiaan); Sosio demokrasi (yang mencakup demokrasi dan kesejahteraan sosial dan ketuhanan. Trisila ini diperas lagi menjadi Ekasila (satu sila); Ekasila itu tidak lain ialah gotong-royong. Dan gotong royong diwujudkan oleh Bung Karno dalam bentuk nasakom (nasional, agama dan komunis).
Lebih jelasnya teori perasan Bung Karno dapat disusun sebagai berikut:
1. Pancasila itu diperasnya menjadi tri sila (tiga sila).
2. Trisila terdiri atas:
a) Sosionasionalisme
b) Sosio
c) Ketuhanan.
3. Trisila diperas menjadi Ekasila
4. Ekasila yaitu gotong-royong.
Teori perasan Bung Karno ini bukan masalah baru, tetapi itulah hakekat Pancasila yang ia lahirkan pada tanggal 1 Juni 1945; dan hal ini dapat dilihat dari pidatonya pada tanggal 1 Juni 1945 di depan BPUPKI, yang antara lain berbunyi, “Atau barang kali ada saudara-saudara yang tidak senang adas bilangan itu ? Saya boleh peras sehingga tinggal tiga saja. Saudara Tanya kepada saya apakah perasan tiga perasan itu ? Berpuluh-puluh tahun sudah saya pikirkan dia, ialah dasar-dasarnya Indonesia, Weltanschaung kita. Dua dasar yang pertama, kebangsaan dan internasionalisme; kebangsaan dan peri kemanusiaan, saya peras menjadi satu : itulah yang dahulu saya namakan socio-nationalisme. Dan demokresi yang bukan demokrasi barat, tetapi pilitiek economiche democratie, yaitu pilitieke democratie dengan sociale rechtvaardigheid, demikrasi dengan kesejahteraan saya peraskan pula menjadi satu. Inilah yang dulu saya namakan socio democratie.
Tinggal lagi keTuhanan yang menghormati satu sama lain.
Jadi yang asalnya lima itu telah menjadi tiga: socionationalisme, sociodemocratie dan ketuhanan. Kalau tuan senang dengan simbul tiga ambillah yang tiga ini. Tetapui barangkali tidak semua tuan-tuan senang kepada trisila ini, dan minta satu dasar saja ? Baiklah, saya jadikan satu, saya kumpulkan lagi menjadi satu. Apakah yang satu ? …… Jikalau saya peras yang lima menjadi tiga, dan yang tiga menjadi satu, maka dapatlah saya satu perkataan Indonesia yang tulen, yaitu perkataan gotong-royong ! alangkah hebatnya ! negara gotong-royong.
Selain “teori perasan’ Pancasila, Bung Karno menjabarkan dan melengkapi Pancasila itu dengan Manifesto Politik ( Manipol ) dan USDEK ( Undang-Undang Dasar 45, Sosialisme Indonesis, Demokrasi Terpimpin, Ekonomi Terpimpin dan Kepribaian Indonesia). Hal ini bisa kita jumpai di dalam “Tujuh Bahan Pokok Indoktrinasi”, yang antara lain menyatakan : “Ada orang menanya : Kepada Manifesto Politik ? Kan kita sudah mempunyai Pancasila? Manifesto Politik adalan pancaran dari Pancasila; USDEK adalah pemancaran dari pada Pancasila. Manifesto Politik, USDEK dan Pancasila adalah terjalin satu salam lain. Manifesto politik, USDEK dan pancasila tidak dapat dipisahkan satu sama lain. Jika saya harus mengambil qiyas agama – sekadar qiyas – maka saya katakan : Pancasila adalah semacam Qur’annya dan Manifesto Politik dan USDEK adalah semacam Hadits-haditsnya. Awas saya tidak mengatakan bahwa Pancasila adalah Qur’an dan Manifsesto Politik dan USDEK adalah hadits ! Qur’an dan Hadits shahih merupakan satu kesatuan, – maka Pancasila dan Manifesto politik dan USDEK adalah merupakan satu kesatuan. Teori perasan Pancasila yang dilengkapi dengan manifesto Politik dan USDEK adalah merupakan Rumus Pancasila VI.
Meletusnya Gerakan 30 September 1965 dari kandungan Nasakom, yang membawa runtuhnya rezim Orde Lama, menurut regim Orde baru disebabkan oleh penyelewengan Pancasila dari rel yang sebenarnya. Oleh karena itu rezim Orde Baru mencanangkan semboyan “Laksanakan Pancasila dan UUD 45 secara murni dan konsekuen”.
Menurut Orde baru, khususnya angkatan ’66, bahwa penyelewengan Pancasila oleh rezim orde Lama disebabkan “belum jelasnya filsafat Pancasila dan belum adanya tafsiran yang terperinci”. Pendapat ini bisa dilihat dari kesimpulan “Simposium Kebangkitan Generasi ’66 Menjelajah Tracee baru”, yang diselenggarakan pada tanggal 6 mei 1966, bertempat di Universitas Indonesia; yang isinya antara lain sebagai berikut :
Hal ini sebagaimana yang tercantum dalam undang-undang dasar ’45 pasal 1 ayat 2 yang berbunyi: “Kedaulatan adalah ditangan rakyat dan dilakukan sepenuhnya oleh MPR.”
Dan juga terdapat dalam pasal 3 yang berbunyi : “MPR menetapkan undang-undang dasar dan garis-garis besar pada haluan negara.”
Pasal 20 ayat 1 : “ DPR memegang kekuasaan membentuk undang-undang.”
Pasal 22 ayat 2 berbunyi : “Peraturan pemerintah itu harus mendapat persetujuan DPR dan persidangan yang berikut.”
Aayat 3 : ”Jika tidak mendapatkan persetujuan, maka peraturan tersebut harus dicabut.”
Sejarah Penciptaan Lambang
"Garuda Pancasila"
Sepanjang orang Indonesia, siapa tak kenal burung garuda berkalung perisai yang merangkum lima sila (Pancasila)? Tapi orang Indonesia mana sajakah yang tahu, siapa pembuat lambang negara itu dulu?
Dia adalah Sultan Hamid II, yang terlahir dengan nama Syarif Abdul Hamid Alkadrie, putra sulung sultan Pontianak; Sultan Syarif Muhammad Alkadrie. Lahir di Pontianak tanggal 12 Juli 1913. Dalam tubuhnya mengalir darah Indonesia, Arab --walau pernah diurus ibu asuh berkebangsaan Inggris. Istri beliau seorang perempuan Belanda yang kemudian melahirkan dua anak --keduanya sekarang di Negeri Belanda.
Syarif menempuh pendidikan ELS di Sukabumi, Pontianak, Yogyakarta, dan Bandung. HBS di Bandung satu tahun, THS Bandung tidak tamat, kemudian KMA di Breda, Negeri Belanda hingga tamat dan meraih pangkat letnan pada kesatuan tentara Hindia Belanda.
Ketika Jepang mengalahkan Belanda dan sekutunya, pada 10 Maret 1942, ia tertawan dan dibebaskan ketika Jepang menyerah kepada Sekutu dan mendapat kenaikan pangkat menjadi kolonel. Ketika ayahnya mangkat akibat agresi Jepang, pada 29 Oktober 1945 dia diangkat menjadi sultan Pontianak menggantikan ayahnya dengan gelar Sultan Hamid II.
Dalam perjuangan federalisme, Sultan Hamid II memperoleh jabatan penting sebagai wakil daerah istimewa Kalbar dan selalu turut dalam perundingan-perundingan Malino, Denpasar, BFO, BFC, IJC dan KMB di Indonesia dan Belanda.
Sultan Hamid II kemudian memperoleh jabatan Ajudant in Buitenfgewone Dienst bij HN Koningin der Nederlanden, yakni sebuah pangkat tertinggi sebagai asisten ratu Kerajaan Belanda dan orang Indonesia pertama yang memperoleh pangkat tertinggi dalam kemiliteran.
Pada 21-22 Desember 1949, beberapa hari setelah diangkat menjadi Menteri Negara Zonder Porto Folio, Westerling yang telah melakukan makar di Tanah Air menawarkan “over commando” kepadanya, namun dia menolak tegas. Karena tahu Westerling adalah gembong APRA.
Selanjutnya dia berangkat ke Negeri Belanda, dan pada 2 Januari 1950, sepulangnya dari Negeri Kincir itu dia merasa kecewa atas pengiriman pasukan TNI ke Kalbar - karena tidak mengikutsertakan anak buahnya dari KNIL.
Pada saat yang hampir bersamaan, terjadi peristiwa yang menggegerkan; Westerling menyerbu Bandung pada 23 Januari 1950. Sultan Hamid II tidak setuju dengan tindakan anak buahnya itu, Westerling sempat marah.
Sewaktu Republik Indonesia Serikat dibentuk, dia diangkat menjadi Menteri Negara Zonder Porto Folio dan selama jabatan menteri negara itu ditugaskan Presiden Soekarno merencanakan, merancang dan merumuskan gambar lambang negara.
Dari transkrip rekaman dialog Sultan Hamid II dengan Masagung (1974) sewaktu penyerahan file dokumen proses perancangan lambang negara, disebutkan “ide perisai Pancasila” muncul saat Sultan Hamid II sedang merancang lambang negara. Dia teringat ucapan Presiden Soekarno, bahwa hendaknya lambang negara mencerminkan pandangan hidup bangsa, dasar negara Indonesia, di mana sila-sila dari dasar negara, yaitu Pancasila divisualisasikan dalam lambang negara.
Tanggal 10 Januari 1950 dibentuk Panitia Teknis dengan nama Panitia Lencana Negara di bawah koordinator Menteri Negara Zonder Porto Folio Sultan Hamid II dengan susunan panitia teknis M Yamin sebagai ketua, Ki Hajar Dewantoro, M A Pellaupessy, Moh Natsir, dan RM Ng Purbatjaraka sebagai anggota. Panitia ini bertugas menyeleksi usulan rancangan lambang negara untuk dipilih dan diajukan kepada pemerintah.
Merujuk keterangan Bung Hatta dalam buku “Bung Hatta Menjawab” untuk melaksanakan Keputusan Sidang Kabinet tersebut Menteri Priyono melaksanakan sayembara. Terpilih dua rancangan lambang negara terbaik, yaitu karya Sultan Hamid II dan karya M Yamin. Pada proses selanjutnya yang diterima pemerintah dan DPR adalah rancangan Sultan Hamid II. Karya M Yamin ditolak karena menyertakan sinar-sinar matahari dan menampakkan pengaruh Jepang.
Setelah rancangan terpilih, dialog intensif antara perancang (Sultan Hamid II), Presiden RIS Soekarno dan Perdana Menteri Mohammad Hatta, terus dilakukan untuk keperluan penyempurnaan rancangan itu. Terjadi kesepakatan mereka bertiga, mengganti pita yang dicengkeram Garuda, yang semula adalah pita merah putih menjadi pita putih dengan menambahkan semboyan "Bhineka Tunggal Ika".
Tanggal 8 Februari 1950, rancangan final lambang negara yang dibuat Menteri Negara RIS, Sultan Hamid II diajukan kepada Presiden Soekarno. Rancangan final lambang negara tersebut mendapat masukan dari Partai Masyumi untuk dipertimbangkan, karena adanya keberatan terhadap gambar burung garuda dengan tangan dan bahu manusia yang memegang perisai dan dianggap bersifat mitologis.
Sultan Hamid II kembali mengajukan rancangan gambar lambang negara yang telah disempurnakan berdasarkan aspirasi yang berkembang, sehingga tercipta bentuk Rajawali-Garuda Pancasila. Disingkat Garuda Pancasila. Presiden Soekarno kemudian menyerahkan rancangan tersebut kepada Kabinet RIS melalui Moh Hatta sebagai perdana menteri.
AG Pringgodigdo dalam bukunya “Sekitar Pancasila” terbitan Dep Hankam, Pusat Sejarah ABRI menyebutkan, rancangan lambang negara karya Sultan Hamid II akhirnya diresmikan pemakaiannya dalam Sidang Kabinet RIS. Ketika itu gambar bentuk kepala Rajawali Garuda Pancasila masih “gundul” dan “'tidak berjambul”' seperti bentuk sekarang ini.
Inilah karya kebangsaan anak-anak negeri yang diramu dari berbagai aspirasi dan kemudian dirancang oleh seorang anak bangsa, Sultan Hamid II Menteri Negara RIS. Presiden Soekarno kemudian memperkenalkan untuk pertama kalinya lambang negara itu kepada khalayak umum di Hotel Des Indes Jakarta pada 15 Februari 1950.
Penyempurnaan kembali lambang negara itu terus diupayakan. Kepala burung Rajawali Garuda Pancasila yang “gundul” menjadi “berjambul” dilakukan. Bentuk cakar kaki yang mencengkram pita dari semula menghadap ke belakang menjadi menghadap ke depan juga diperbaiki, atas masukan Presiden Soekarno.
Tanggal 20 Maret 1940, bentuk final gambar lambang negara yang telah diperbaiki mendapat disposisi Presiden Soekarno, yang kemudian memerintahkan pelukis istana, Dullah, untuk melukis kembali rancangan tersebut sesuai bentuk final rancangan Menteri Negara RIS Sultan Hamid II yang dipergunakan secara resmi sampai saat ini.
Untuk terakhir kalinya, Sultan Hamid II menyelesaikan penyempurnaan bentuk final gambar lambang negara, yaitu dengan menambah skala ukuran dan tata warna gambar lambang negara di mana lukisan otentiknya diserahkan kepada H Masagung, Yayasan Idayu Jakarta pada 18 Juli 1974. Sedangkan Lambang Negara yang ada disposisi Presiden Soekarno dan foto gambar lambang negara yang diserahkan ke Presiden Soekarno pada awal Februari 1950 masih tetap disimpan oleh Kraton Kadriyah Pontianak.
Sultan Hamid II wafat pada 30 Maret 1978 di Jakarta dan dimakamkan di pemakaman Keluarga Kesultanan Pontianak di Batulayang.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar